Judul Resensi Buku:
Apa Rahasia Sukses Honda?
(Resensi Buku: Driving Honda) -- Sejak berdiri pada 1949, Honda telah berkembang menjadi produsen mobil terbesar kelima di dunia dan produsen sepeda motor nomor satu di dunia, dan dikenal sebagai salah satu perusahaan yang paling inovatif. Apa rahasianya?
Menurut sang penulis, Jeffrey Rothfender, yang membedakan Honda dari pesaingnya di Jepang maupun di ajang internasional adalah seperangkat prinsip manajemen yang tak biasa. “Honda Way” mencakup sesentralisasi, bukan kendali kantor pusat; kebebasan litbang, bukan sekadar efisiensi; kesetaraan bagi gagasan semua orang, bukan struktur organisasi bertingkat; dan keberanian mempertanyakan kembali apa yang dianggap sudah biasa. Itu baru sebagian dari gagasan-gagasan yang ditanamkan Soichiro Honda, sang pendiri Honda, dalam DNA perusahaannya. Benar-benar inspiratif sang tokoh pendiri Honda ini, ayo baca lagi tokoh-tokoh inspiratif melalui buku di blog Best-seller Books.
Buku “Diriving Honda” sendiri merupakan buku yang ditulis Jeffrey Rothfeder setelah menulis tiga buku-bukunya yang fenomenal. Dia ialah wartawan veteran pemenang anugerah dan mantan pemimpin redaksi International Business Times. Dia telah menulis banyak buku, termasuk “McIlhenny’s Gold”, “Every Drop for Sale”, dan “Privacy for Sale”. Dia pernah menjadi redaktur berita nasional di Bloomberg News, pemimpin redaksi PC Magazine, redaktur eksekutif Time Inc, dan redaktur Businessweek. Dia tinggal di Cortlandt Manor, New York.
Anda bisa membaca resensi yang ditulis Suro Prapanca ini sebelum membaca bukunya. Yaitu, buku setebal 319 halaman yang diterjemahkan oleh Ratu Mia Damayantie dari judul asli “Driving Honda” ini terdiri atas 10 bagian. Diawali dengan Honda yang Unik dalam bagian 1. Kemudian Bagian 2 Aroma Minyak; Bagian 3 Prinsip #1: Menyambut Paradoks; Bagian 4 Prinsip #2: Tempat Nyata, Bagian Nyata, Pengetahuan Nyata; Bagian 5 Prinsip #3: Menghormati Individualisme; Bagian 6 Pabrik Honda yang Khas; Bagian 7 Mesin Inovasi Honda; Bagian 8 Rantai Pemasok yang Tidak Biasa; Bagian 9 Multinasional Lokal; dan Bagian akhir (10) Suatu Manifesto Manufaktur.
Keunikan Honda dalam meraih kesuksesannya, terungkap dari awal kisah yang disampaikan di permulaan bab/bagian. Digambarkan, bagaimana sebagian orang yang hadir pada acara peletakan batu pertama pembangunan pabrik di area seluas 526 hektare di Loncoln, kota kecil di Alabama timur yang kala itu berpenduduk kurang dari 4.500 orang. Kala itu April 2000. Mungkin, sebagian orang yang hadir itu sama berkomentar bahwa Soichiro Honda mungkin sedang gelisah di dalam kuburnya – atau paling tidak sedang mengumbar gerutuan kasar.
Saat itu, kabar bahwa Honda berekspansi sampai ke Alabama menjadi berita utama di seluruh dunia. Dan muncul juga pertanyaan, apa dan di mana itu Lincoln? Padahal, produsen otomotif lain yang sudah membangun pabrik di kota-kota Amerika Serikat selatan – di antaranya, Mercedes, Toyota, Nissan, dan Hyundai—memilih kota-kota besar seperti Smyrna, Tennessee, dan kalau pun di negara bagian Alabama, mereka lebih memilih kota Huntsville, Montgomery, dan Tuscaloosa.
Jadi, kenapa Honda lebih memilih Lincoln? Jawabannya, dengan membaca buku Jeffrey Rothfeder ini, pembaca akan disuguhi kisah jatuh bangunnya Honda menggapai kesuksesan. Oleh karena itu, bagi Anda pembaca yang ingin mengetahui rahasia Honda agar menjadi perusahaan yang inovatif dan sukses melakukan strategi lokalisasi di berbagai negara? Semua diungkap dalam buku ini. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Driving Honda: Rahasia Perusahaan Otomotif Paling Inovatif Sedunia
ISBN : 978-979-91-0894-4
Penulis : Jeffrey Rothfeder
Penerjemah : Ratu Mia Damayantie
Diterbitkan : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan I : Juli 2015
Tebal : 319 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 19 x 24 cm
Sabtu, 10 Oktober 2015
Resensi Buku: Perempuan Bernama Arjuna 1-3
Tiga Novel Remy Sylado: Perempuan Bernama Arjuna
(Resensi Buku: Perempuan Bernama Arjuna 1-3) -- APAKAH Anda termasuk orang yang menunggu karya fiksi bermutu? Jika itu pertanyaannya, maka yang ditunggu telah tiba. Sekali lagi, Remy Sylado, menulis novel bermutu yang diberi judul Perempuan Bernama Arjuna, sebuah trilogi.
Penulis novel ini dalam berkarya sering mencantumkan nama-nama yang malah kemudian lebih beken dari nama aslinya, seperti Alif Danya Munsyi. Selain itu juga, punya nama lain seperti Juliana C Panda, Dova Zila, dan Jubal Anak Perang Imanuel. Dalam novel ini sang penulis menggunakan nama Remy Sylado. Sang penulis yang lahir di Makassar, 12 Juli 1945 ini dikenal luas sebagai seniman tulen yang hidupnya penuh pengalaman berkesenian dalam berbagai kegiatan, baik itu drama, film, musik, puisi, juga susastra. Dan, Anda bisa baca-baca hasil karya Remy Sylado yang lain di blog Best-seller Books ini.
Membaca resensi yang ditulis Suro Prapanca di blog ini, Anda akan peroleh info mengenai buku-buku bergizi sehingga menjadi best-seller, seperti halnya novel karya Remy ini. Novel pertama bertema “Filsafat dalam Fiksi”, novel kedua masih berjudul Perempuan Bernama Arjuna dan menyajikan tema yang berbeda, yaitu “Sinologi dalam Fiksi”, dan novel ketiga Perempuan Bernama Arjuna yang menyajikan tema “Javanologi dalam Fiksi”.
Novel pertama, Perempuan Bernama Arjuna, dengan tebal 276 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Nuansa Cendekia ini berkisah tentang seorang perempuan bernama Arjuna, keturunan Cina Jawa, yang ngotot memilih belajar filsafat untuk memahami “perilaku” Tuhan ketimbang ilmu psikologi—yang menyoroti perilaku manusia. Terdapat ulasan lebih 150 sosok filsuf dunia, dan puluhan sosok di luar kategori filsuf. Seperti, Plato, Aristoteles, Zeno, Anaxagoras, Parmenides, Diogenes, Pythagoras, Nietzsche, Darwin, Wittgenstein, Spinoza, Nero, Schopenhauer, Kant, Kierkegaard, Hegel, Marx,Feuerbach, Aquinas, Al-Ghazali, Galileo, Kepler, Descartes, Rousseau, Diderot, Bacon, Tillich, Konghucu, Hobbes, Barth, Sartre, Zebedeus, Erigena, Luther, Heidegger, Hussrel, Shakespeare, Seneca, Goethe, Xenophanes, Popper, dan lain sebagainya.
Jika target pembacaan literatur fiksi tujuannya untuk mendapatkan “kenikmatan”, maka yang paling terasa dari novel ini adalah “sensasi ilmiah” dari tiga hal, yakni kisah-kisah kehidupan para filsuf, latar belakang lahirnya metode pemikiran, dan makna dari substansi ajaran/paham/aliran pemikiran. Sekalipun isinya berupa kajian filsafat, buku ini asyik dibaca karena di dalamnya juga memuat laku hidup keseharian, dan yang tak kalah menaiknya ialah potret gaya hidup seksualitas kaum hawa dan adam dari sudut pandang biologi evolusioner. Nilai-nilai falsafah dan kesusastraan di dalamnya patut diacungi jempol. Anda terus bersemangat membaca sampai akhir dari kisah yang tokoh yang bernama tidak lazim ini. Lalu, bagaimana akhir petualangan Arjuna yang ternyata perempuan itu? Sekali lagi, bukan bacaan ringan ini, amat disayangkan apabila hanya Anda baca sekilas.
Novel kedua, Perempuan Bernama Arjuna 2, dengan tebal 312 halaman ini melanjutkan kisah Arjuna, perempuan muda, bersama suaminya, Jean-Claudie van Damme, Pastor Jesuit yang “insyaf” itu, akhirnya berbulan madu di Bandung, kota yang sejak zaman Belanda punya istilah “Bandoeng is goed voor pas getrowde paar” (Bandung cocok untuk pengantin baru). Berdua mereka menelusuri keragaman masa kini, mengaca pada masa silam, kemudian mengangkut sejumlah pelajaran kehidupan Sunda, Cina, Belanda, Jawa, Manado, Batak, dan etnik-etnik lain. Dan sinologi (pengetahuan bahasa dan budaya Cina), dalam novel ini mendapatkan porsi dominan karena ilmu-ilmu Cina memang sudah lama masuk ke bumi Nusantara. Di Jawa Barat, pemakaian istilah Ci, seperti Cicadas, Ciroyom, Cimahi, Cilaki, Cihampelas, menjadi petunjuk sejarah yang jelas.
Terdapat banyak pengetahuan dan budaya Cina yang tersebar di setiap halaman novel ini. Tapi jangan berkerut kening dulu, karena ulasannya akan segera Anda temui di catatan-catatan kaki di lembar demi lembar karya fiksi ini yang akan menuntun pemahaman Anda, sang pembaca. Novel ini sangat baik untuk menambah vitamin pemikiran sejarah dan merangsang gairah pengetahuan budaya nasional. Isinya seputar potret kehidupan “Parijs van Java”, yang menukik pada masalah “prasangka rasial”, “pri-nonpri”, “engkoh-encik”, “pembauran”, “masakan Cina”, “Muslim Cina”, “musik Cina”, “obat Cina”, hingga seputar “nyetun”, “purenva di Saritem,” yang pokoknya terasa “edun suradun”,….
Lalu, bagaimana cerita perjalanan pengantin baru ini ke “Bandoeng is goed voor pas getrowde paar”? Bagaimana pembauran Arjuna (keturunan Jawa-Cina) dan Jean-Claudie van Damme (Barat tulen)? Sayang, Anda tak akan mendapatkan porsi sinologi, apabila tak membaca novelnya.
Novel ketiga, Perempuan Bernama Arjuna, dengan tebal 308 halaman (hampir sama tebal dengan sekuel sebelum-sebelumnya) ini melanjutkan kisah Arjuna bersama Jean-Claudie van Damme ke tanah leluhur Ibunya yang berasal dari Semarang, Jawa Tengah, dan tanah leluhur Bapaknya yang Cina di Solo, Jawa Tengah. Dalam perjalanan inilah, kedua pasangan yang perbedaan umur sangat jauh ini, seolah membawa pembaca mengulas pemikiran, sejarah, dan tamadun bangsa Jawa.
Berdua mereka menelusuri keragaman masa kini, mengaca pada masa silam, kemudian mengangkut sejumlah pelajaran kehidupan meliputi falsafah, mitologi, ramalan, seni-budaya, budi-pekerti, ke-Hindhua-an, ke-Buddha-an, ke-Kristen-an, ke-Islam-an, nyanyian, kesusastraan, kuliner, traveling, Kamasutra Hindhu. Ingat ya, karena wacana seksualitas cukup mendominasi, maka memang buku ini hanya layak dibaca untuk kalangan dewasa. Terdapat banyak pengetahuan dan budaya Jawa yang tersebar di setiap halaman novel ini. Tapi jangan berkerut kening dulu, karena ulasannya akan segera Anda temui di catatan-catatan kaki di lembar demi lembar karya fiksi ini yang akan menuntun pemahaman Anda, sang pembaca. Isinya seputar potret kehidupan sisi historis peradaban Mataram di era Sultan Agung. Ulasan Jawa di masa silam yang pernah mengalami era keemasan dengan prestasi gemilang mewujudkan peradaban Islam—sebuah prestasi yang patut diketahui generasi masa kini.
Lalu, bagaimana cerita perjalanan pengantin baru ini ke pusat peradaban Jawa? Bagaimana keharmonisan rumah tangga setelah sekian lama, pasangan Arjuna (keturunan Jawa-Cina) dan Jean-Claudie van Damme (Barat tulen)? Anda akan mendapatkan rekam jejak pemikiran, sejarah, dan tamadun bangsa Jawa melalui novel yang terasa renyah saat mengunyah pengetahuan yang penuh ilmiah ini. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul: Perempuan Bernama Arjuna #1-3
ISBN: 978-602-8395-80-9; 978-602-7768-61-1; 978-602-350-006-2.
Penulis: Remy Sylado
Penerbit: Nuansa Cendekia
Cetakan: November 2013; Oktober 2014; April 2015
Jenis Cover: Soft Cover
Dimensi: 14 x 20 cm
Resensi Buku: Entrepreneur Organik; Rahasia Sukses KH Fuad Affandi
Judul Resensi Buku:
Ulama-Saudagar Melawan Musuh Kemanusiaan
(Resensi Buku: Entrepreneur Organik; Rahasia Sukses KH Fuad Affandi) -- HIDUP adalah proses dan proses terbaik adalah dengan cara mendudukkan proses sebagai pembelajaran. Belajar dari kenyataan adalah sesuatu yang penting. Tidak setiap orang punya waktu untuk melakukan studi lapangan langsung. Hadirnya buku ini tak lain untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran bagi siapa saja yang menginginkan. “Entrepreneur Oganik” adalah sebuah studi tentang pelaku utama, KH Fuad Affandi, salah seorang tokoh penting dibalik pengembangan agrobisnis modern di Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabli, Kabupaten Bandung.
Buku berjudul “Entrepreneur Organik” adalah cermin bagaimana salah satu gerakan lokal itu tumbuh berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Meskipun buku ini menjadikan KH Fuad Affandi (yang lebih suka dipanggil Emang) sebagai tokoh sentral, namun pembaca akan mendapatkan eksplorasi gerakan lokal tersebut dibangun. Pertama, strategi pembangunan kesadaran kaum tani. Kedua, membangun kepercayaan pada organisasi dan koperasi agrobisnis yang para kaum tani di Desa Alamendah tersebut sebelumnya kurang memiliki kesadaran berorganisasi secara baik. Ketiga, membangun sebuah pandangan hidup pentingnya membuka kerja sama secara lintas ideologi, lintas mazhab, lintas etnik, dan lintas agama. Benar-benar bacaan yang bergizi yang bisa Anda simak di blog Best-seller Books ini.
KH Fuad adalah ulama-saudagar. Spiritnya berstandar pada tradisi Nabi Muhammad yang sangat menaruh perhatian pada masalah ekonomi. Artinya, KH Fuad memiliki visi Islam yang jauh karena menyadari bahwa siapa yang menguasai ekonomi akan kokoh. KH Fuad adalah saudagar, tetapi bukan seperti saudagar pada umumnya, karena beliau menetapkan orientasi ke arah kemaslahatan bersama. Pada intinya, spirit sang tokoh adalah melawan salah satu musuh Islam, juga musuh kemanusiaan, yaitu kemiskinan.
Di Indonesia, di setiap kawasan pertanian banyak organisasi dan koperasi yang memiliki visi misi yang jelas, namun tetap saja tak berjalan sesuai harapan. Dari sinilah (Pondok Pesantren Al-Ittifaq bersama KH Fuad Affandi) pembaca akan melihat bagaimana kepemimpinan dalam sebuah pergerakan sangat menentukan kemajuan kaum tani secara gotong-royong. Yang semestinya, kemajuan itu di dapat dari kepemimpinan politik atau digerakkan oleh intelektual organik yang biasanya muncul dari tokoh pergerakan sosial dan politik.
Sayangnya kenyataan itu tak terjadi, yang justru bergerak ialah seorang agamawan. Kepedulian sang tokoh (bersama pesantrennya) yang tinggi terhadap perbaikan nasib ekonomi rakyat membuat sosok KH Fuad Affandi lebih pas disebut sebagai “Entreprenuer Organik”; yaitu seorang wirausahawan yang memproses usaha ekonomi bersama masyarakat. Dari perjuangan ekonomi inilah kemudian Fuad membuktikan kebutuhan spiritual dalam bidang pendidikan sosial, agama, dan budaya berkembang pesat.
Sebagai penganut (atau mungkin pendiri) “Tarekat Sayuriah”, --ini untuk mengingatkan betapa kegiatan agrobisnis sang tokoh bersama masyarakat sekitarnya lebih penting dijadikan topik perbincangan dibanding dunia esoterisme (tasawauf). KH Fuad Affandi dengan Al-Ittifaq-nya memang sukses dengan budi daya dan bisnis sayur-mayurnya. Tak kurang dari 28 jenis sayuran dibudidayakan oleh masyarakat di sekitar Al-Ittifaq.
Membaca resensi karya Suro Prapanca, setelah itu melahap habis buku setebal 392 halaman karya Faiz Manshur ini, para pembaca bisa melihat pada diri KH Fuad Affandi bertemu dua pola kehidupan sekaligus. Kehidupan tradisional orang pesantren, yang tertuang dalam rutinitas mengaji dan mendidik serta kehidupan dunia bisnis modern. Ternyata, itu bukan sebuah kontradiksi, malahan di kedua kehidupan tersebut beliau tetap berperan sama. Apa itu petuah di pengajian, sewaktu konsultasi pribadi dengan kelompok masyarakat, ataupun ketika tugasnya berperan sebagai wirausahawan, esensinya tetap sama. Demikian pula pesannya, tetap sama, yakni bahwa manusia mempunyai potensi untuk memperbaik keadaan masyarakat sekitarnya dari mana pun posisi mereka berada.
Sang tokoh, KH Fuad Affandi, --yang lahir dari perpautan organis antara tahuid, fiqh, dan tasawuf secara tidak berkeputusan-- telah menumbuhkan keseimbangan pandangan antara dimensi duniawi dan ukhrawi dari kehidupan. Di tangan KH Fuad Affandi, agama yang biasanya dipraktikkan sebatas ibadah salat, mengaji, dan berdoa; menjadi lebih luas, yaitu agama yang bersifat sosial, menekankan etos kerja, serta agama sebagai etika pembebasan. Sang kiai bukan hanya tampil sebagai aktor penjaga nilai-nilai masyarakat, juga sekaligus sebagai agen perubahan sosial.
Membaca buku yang diterbitkan oleh Nuansa Cendekia ini, figur KH Fuad Affandi dengan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah sebuah sosok yang penuh karakter. Pengaruh penuh karakter beliau adalah membangun kepribadian orang lain untuk mandiri secara ekonomi, berkarakter spiritual, serta berpijak pada kehidupan tanah air dan bangsanya, serta sekaligus menebar dan memberi manfaat kepada orang lain. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Entrepreneur Organik: Rahasia Sukses KH Fuad Affandi
ISBN : 978-602-8395-95-3
Penulis : Faiz Manshur
Diterbitkan : Penerbit Nuansa Cendekia & Yayasan Pondok Pesantren Al-Ittifaq
Cetakan I : September 2009
Tebal : 392 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 19 x 24 cm
Ulama-Saudagar Melawan Musuh Kemanusiaan
(Resensi Buku: Entrepreneur Organik; Rahasia Sukses KH Fuad Affandi) -- HIDUP adalah proses dan proses terbaik adalah dengan cara mendudukkan proses sebagai pembelajaran. Belajar dari kenyataan adalah sesuatu yang penting. Tidak setiap orang punya waktu untuk melakukan studi lapangan langsung. Hadirnya buku ini tak lain untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran bagi siapa saja yang menginginkan. “Entrepreneur Oganik” adalah sebuah studi tentang pelaku utama, KH Fuad Affandi, salah seorang tokoh penting dibalik pengembangan agrobisnis modern di Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabli, Kabupaten Bandung.
Buku berjudul “Entrepreneur Organik” adalah cermin bagaimana salah satu gerakan lokal itu tumbuh berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Meskipun buku ini menjadikan KH Fuad Affandi (yang lebih suka dipanggil Emang) sebagai tokoh sentral, namun pembaca akan mendapatkan eksplorasi gerakan lokal tersebut dibangun. Pertama, strategi pembangunan kesadaran kaum tani. Kedua, membangun kepercayaan pada organisasi dan koperasi agrobisnis yang para kaum tani di Desa Alamendah tersebut sebelumnya kurang memiliki kesadaran berorganisasi secara baik. Ketiga, membangun sebuah pandangan hidup pentingnya membuka kerja sama secara lintas ideologi, lintas mazhab, lintas etnik, dan lintas agama. Benar-benar bacaan yang bergizi yang bisa Anda simak di blog Best-seller Books ini.
KH Fuad adalah ulama-saudagar. Spiritnya berstandar pada tradisi Nabi Muhammad yang sangat menaruh perhatian pada masalah ekonomi. Artinya, KH Fuad memiliki visi Islam yang jauh karena menyadari bahwa siapa yang menguasai ekonomi akan kokoh. KH Fuad adalah saudagar, tetapi bukan seperti saudagar pada umumnya, karena beliau menetapkan orientasi ke arah kemaslahatan bersama. Pada intinya, spirit sang tokoh adalah melawan salah satu musuh Islam, juga musuh kemanusiaan, yaitu kemiskinan.
Di Indonesia, di setiap kawasan pertanian banyak organisasi dan koperasi yang memiliki visi misi yang jelas, namun tetap saja tak berjalan sesuai harapan. Dari sinilah (Pondok Pesantren Al-Ittifaq bersama KH Fuad Affandi) pembaca akan melihat bagaimana kepemimpinan dalam sebuah pergerakan sangat menentukan kemajuan kaum tani secara gotong-royong. Yang semestinya, kemajuan itu di dapat dari kepemimpinan politik atau digerakkan oleh intelektual organik yang biasanya muncul dari tokoh pergerakan sosial dan politik.
Sayangnya kenyataan itu tak terjadi, yang justru bergerak ialah seorang agamawan. Kepedulian sang tokoh (bersama pesantrennya) yang tinggi terhadap perbaikan nasib ekonomi rakyat membuat sosok KH Fuad Affandi lebih pas disebut sebagai “Entreprenuer Organik”; yaitu seorang wirausahawan yang memproses usaha ekonomi bersama masyarakat. Dari perjuangan ekonomi inilah kemudian Fuad membuktikan kebutuhan spiritual dalam bidang pendidikan sosial, agama, dan budaya berkembang pesat.
Sebagai penganut (atau mungkin pendiri) “Tarekat Sayuriah”, --ini untuk mengingatkan betapa kegiatan agrobisnis sang tokoh bersama masyarakat sekitarnya lebih penting dijadikan topik perbincangan dibanding dunia esoterisme (tasawauf). KH Fuad Affandi dengan Al-Ittifaq-nya memang sukses dengan budi daya dan bisnis sayur-mayurnya. Tak kurang dari 28 jenis sayuran dibudidayakan oleh masyarakat di sekitar Al-Ittifaq.
Membaca resensi karya Suro Prapanca, setelah itu melahap habis buku setebal 392 halaman karya Faiz Manshur ini, para pembaca bisa melihat pada diri KH Fuad Affandi bertemu dua pola kehidupan sekaligus. Kehidupan tradisional orang pesantren, yang tertuang dalam rutinitas mengaji dan mendidik serta kehidupan dunia bisnis modern. Ternyata, itu bukan sebuah kontradiksi, malahan di kedua kehidupan tersebut beliau tetap berperan sama. Apa itu petuah di pengajian, sewaktu konsultasi pribadi dengan kelompok masyarakat, ataupun ketika tugasnya berperan sebagai wirausahawan, esensinya tetap sama. Demikian pula pesannya, tetap sama, yakni bahwa manusia mempunyai potensi untuk memperbaik keadaan masyarakat sekitarnya dari mana pun posisi mereka berada.
Sang tokoh, KH Fuad Affandi, --yang lahir dari perpautan organis antara tahuid, fiqh, dan tasawuf secara tidak berkeputusan-- telah menumbuhkan keseimbangan pandangan antara dimensi duniawi dan ukhrawi dari kehidupan. Di tangan KH Fuad Affandi, agama yang biasanya dipraktikkan sebatas ibadah salat, mengaji, dan berdoa; menjadi lebih luas, yaitu agama yang bersifat sosial, menekankan etos kerja, serta agama sebagai etika pembebasan. Sang kiai bukan hanya tampil sebagai aktor penjaga nilai-nilai masyarakat, juga sekaligus sebagai agen perubahan sosial.
Membaca buku yang diterbitkan oleh Nuansa Cendekia ini, figur KH Fuad Affandi dengan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah sebuah sosok yang penuh karakter. Pengaruh penuh karakter beliau adalah membangun kepribadian orang lain untuk mandiri secara ekonomi, berkarakter spiritual, serta berpijak pada kehidupan tanah air dan bangsanya, serta sekaligus menebar dan memberi manfaat kepada orang lain. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Entrepreneur Organik: Rahasia Sukses KH Fuad Affandi
ISBN : 978-602-8395-95-3
Penulis : Faiz Manshur
Diterbitkan : Penerbit Nuansa Cendekia & Yayasan Pondok Pesantren Al-Ittifaq
Cetakan I : September 2009
Tebal : 392 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 19 x 24 cm
Resensi Buku: Negeriku; Musibah & Konflik yang Berkepanjangan
Judul Resensi Buku:
Kependudukan, Kunci Sukses Pembangunan
(Resensi Buku: Negeriku; Musibah & Konflik yang Berkepanjangan) -– SALAH Satu kunci sukses pembangunan adalah bagaimana menggerakkan secara optimum potensi sumber daya manusia. Dunia global dengan batas dan sekat yang semakin abstrak, membuat Indonesia sangat rentan terhadap berbagai pengaruh dari luar. Dalam konteks ini, pembangunan sumber daya manusia Indonesia menjadi skala prioritas yang tidak bisa ditunda.
Buku yang sekarang berada di tangan Anda ini adalah buah karya Soeroso Dasar. Pikiran dan perasaannya galau melihat negeri tercinta, yang tak kunjung sembuh didera masalah dan konflik yang berkepanjangan. Buku ini adalah refleksi batin Soeroso ketika mencermati keadaan negeri tempatnya bernaung hidup. Baca juga ulasan buku-buku yang ditulis penulis yang juga peneliti di bidang kependudukan ini di blog Best-seller Books.
Indonesia menurut Soeroso telah “diurus” dengan cara yang kurang tepat, karena terlalu mengedepankan konsep pembangunan dengan cara kerja Otak Kiri. Kecerdasan Otak Kiri yang hanya mampu pada tataran keahlian semata, justru menjadi “kanker” yang menggerogoti kesehatan negeri. Konsep kecerdasan Otak Kanan yang mengandung muatan nilai-nilai kearifan, ketekunan, kerja keras, kejujuran, refleksi budaya yang adiluhung, dan lainnya justru terabaikan.
Melalui resensi yang ditulis oleh Suro Prapanca ini, disampaikan bahwa Soeroso Dasar dalam tulisannya menekankan pada kekuatan nurani sebagai senjata yang ampuh bagi setiap manusia untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik. Buku ini patut dibaca sebagai salah satu referensi untuk memperkaya wawasan dan mengasah kepekaan sebagai warga negara yang turut bertanggung jawab dalam bergulirnya proses pembangunan di negeri ini, Indonesia tercinta. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Negeriku: Musibah & Konflik yang Berkepanjangan
ISBN : 978-979-3985-09-7
Karya : Soeroso Dasar
Diterbitkan : Penerbit Unpad Press
Cetakan I : Juli 2007
Tebal : 118 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 15 x 21 cm
Kependudukan, Kunci Sukses Pembangunan
(Resensi Buku: Negeriku; Musibah & Konflik yang Berkepanjangan) -– SALAH Satu kunci sukses pembangunan adalah bagaimana menggerakkan secara optimum potensi sumber daya manusia. Dunia global dengan batas dan sekat yang semakin abstrak, membuat Indonesia sangat rentan terhadap berbagai pengaruh dari luar. Dalam konteks ini, pembangunan sumber daya manusia Indonesia menjadi skala prioritas yang tidak bisa ditunda.
Buku yang sekarang berada di tangan Anda ini adalah buah karya Soeroso Dasar. Pikiran dan perasaannya galau melihat negeri tercinta, yang tak kunjung sembuh didera masalah dan konflik yang berkepanjangan. Buku ini adalah refleksi batin Soeroso ketika mencermati keadaan negeri tempatnya bernaung hidup. Baca juga ulasan buku-buku yang ditulis penulis yang juga peneliti di bidang kependudukan ini di blog Best-seller Books.
Indonesia menurut Soeroso telah “diurus” dengan cara yang kurang tepat, karena terlalu mengedepankan konsep pembangunan dengan cara kerja Otak Kiri. Kecerdasan Otak Kiri yang hanya mampu pada tataran keahlian semata, justru menjadi “kanker” yang menggerogoti kesehatan negeri. Konsep kecerdasan Otak Kanan yang mengandung muatan nilai-nilai kearifan, ketekunan, kerja keras, kejujuran, refleksi budaya yang adiluhung, dan lainnya justru terabaikan.
Melalui resensi yang ditulis oleh Suro Prapanca ini, disampaikan bahwa Soeroso Dasar dalam tulisannya menekankan pada kekuatan nurani sebagai senjata yang ampuh bagi setiap manusia untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik. Buku ini patut dibaca sebagai salah satu referensi untuk memperkaya wawasan dan mengasah kepekaan sebagai warga negara yang turut bertanggung jawab dalam bergulirnya proses pembangunan di negeri ini, Indonesia tercinta. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Negeriku: Musibah & Konflik yang Berkepanjangan
ISBN : 978-979-3985-09-7
Karya : Soeroso Dasar
Diterbitkan : Penerbit Unpad Press
Cetakan I : Juli 2007
Tebal : 118 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 15 x 21 cm
Resensi Buku: Dicari, Menteri Kependudukan
Judul Resensi Buku:
Menteri Kependudukan sebuah Keniscayaan!
(Resensi Buku: Dicari, Menteri Kependudukan) -- SEJARAH Panjang program pembangunan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga di negeri ini diwarnai era pasang surut. Indonesia pernah mengalami periode keemasan, termarginalkan, dan kini periode reposisi. Perjalanan berharga tersebut mestinya dijadikan pelajaran dan menjadi catatan. Ingat, hasil yang kita nikmati hari ini merupakan buah yang pernah ditanam!
Menata masalah pembangunan memang sulit dan rumit. Masalahnya terkadang bukan pada manajemennya yang salah, tetapi lebih sering pada masalah dasarnya, yakni pada desain organisasi. Dalam sistem pemerintahan presidensial, arah pembangunan di Indonesia sangat ditentukan oleh sejauh mana para pembantu presiden –dalam hal ini para menteri—mampu merumuskan kebijakan pembangunan itu sendiri. Kali ini Best-seller Books mengetengahkan bacaan yang cukup serius, tapi jangan salah membaca buku ini tidak harus mengernyitkan kening ya.
Pembaca simak terus ya resensi yang ditulis Suro Prapanca ini. Lalu, bagaimana dengan lembaga pemerintah yang menangani kependudukan dan KB di Indonesia? Sekarang ini motor penggerak utama dikendalikan oleh sebuah lembaga negara nonkementerian, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Boleh dibilang, nomenklatur tersebut tidak pro-KB, apalagi bila digandengkan dengan kependudukan dan pembangunan keluarga.
Hierarki birokrasi yang teramat panjang untuk sampai ke meja Presiden menjadikan program KB tetap termarginalkan dalam tata kelola pemerintahan. Padahal, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sudah sangat jelas menganut prinsip kependudukan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan (people-centered development).
Dengan begitu, penting dilakukan integrasi kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup. Nah, buku “Dicari, Menteri Kependudukan” ini merupakan catatan kritis sang penulis atas karut-marutnya pembangunan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga di Indonesia. Soeroso Dasar (sang penulis) mengajak kita mengingat kembali ke titik sentral pembangunan itu. Kali ini dengan memberikan pertimbangan empiris kepada pemerintah, agar pembangunan di Indonesia berhasil, Menteri Kependudukan adalah sebuah keniscayaan dalam kabinet pemerintahan. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Dicari, Menteri Kependudukan
ISBN : 978-602-99552-2-4
Karya : Soeroso Dasar
Diterbitkan : Penerbit CorBooks, IPKB Jabar, BKKBN
Cetakan I : Juli 2014
Tebal : 148 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 16 x 24 cm
Menteri Kependudukan sebuah Keniscayaan!
(Resensi Buku: Dicari, Menteri Kependudukan) -- SEJARAH Panjang program pembangunan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga di negeri ini diwarnai era pasang surut. Indonesia pernah mengalami periode keemasan, termarginalkan, dan kini periode reposisi. Perjalanan berharga tersebut mestinya dijadikan pelajaran dan menjadi catatan. Ingat, hasil yang kita nikmati hari ini merupakan buah yang pernah ditanam!
Menata masalah pembangunan memang sulit dan rumit. Masalahnya terkadang bukan pada manajemennya yang salah, tetapi lebih sering pada masalah dasarnya, yakni pada desain organisasi. Dalam sistem pemerintahan presidensial, arah pembangunan di Indonesia sangat ditentukan oleh sejauh mana para pembantu presiden –dalam hal ini para menteri—mampu merumuskan kebijakan pembangunan itu sendiri. Kali ini Best-seller Books mengetengahkan bacaan yang cukup serius, tapi jangan salah membaca buku ini tidak harus mengernyitkan kening ya.
Pembaca simak terus ya resensi yang ditulis Suro Prapanca ini. Lalu, bagaimana dengan lembaga pemerintah yang menangani kependudukan dan KB di Indonesia? Sekarang ini motor penggerak utama dikendalikan oleh sebuah lembaga negara nonkementerian, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Boleh dibilang, nomenklatur tersebut tidak pro-KB, apalagi bila digandengkan dengan kependudukan dan pembangunan keluarga.
Hierarki birokrasi yang teramat panjang untuk sampai ke meja Presiden menjadikan program KB tetap termarginalkan dalam tata kelola pemerintahan. Padahal, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sudah sangat jelas menganut prinsip kependudukan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan (people-centered development).
Dengan begitu, penting dilakukan integrasi kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup. Nah, buku “Dicari, Menteri Kependudukan” ini merupakan catatan kritis sang penulis atas karut-marutnya pembangunan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga di Indonesia. Soeroso Dasar (sang penulis) mengajak kita mengingat kembali ke titik sentral pembangunan itu. Kali ini dengan memberikan pertimbangan empiris kepada pemerintah, agar pembangunan di Indonesia berhasil, Menteri Kependudukan adalah sebuah keniscayaan dalam kabinet pemerintahan. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Dicari, Menteri Kependudukan
ISBN : 978-602-99552-2-4
Karya : Soeroso Dasar
Diterbitkan : Penerbit CorBooks, IPKB Jabar, BKKBN
Cetakan I : Juli 2014
Tebal : 148 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 16 x 24 cm
Resensi Buku: Dr. KRAy. C.A. Ariyanti P.S., MH.
Judul Resensi Buku:
Membuka Langkah Mencipta Sejarah
(Resensi Buku: Dr. KRAy. C.A. Ariyanti P.S., MH.) -- “Membuka langkah mencipta sejarah, itulah gambaran perjalanan seorang Dr KRAy CA Ariyanti PS, MH sampai dengan usianya sekarang ini,” cerita Agus M Irkham, penulis buku biografi sang tokoh (Ariyanti), saat memberikan ulasan pada launching buku otobiografi Ariyanti di Hotel Holiday Inn Bandung, Jawa Barat, Rabu 12 Agustus 2015.
Launching buku otobiografi “Dr KRAy CA Ariyanti PS, MH” sekaligus syukuran peringatan hari jadi yang ke-70 tahun sang tokoh. Hangat, akrab, dan membahagiakan. Tiga kata itu yang dirasakan ketika mengenal lebih dekat Dr KRAy CA Ariyanti PS, MH, yang lebih akrab disapa dengan Ibu Ariyanti. Meskipun sudah berada di usia senja, dan pernah sakit sangat berat, Ibu Ariyanti masih bisa mengingat banyak hal. Mulai dari masa kecilnya di Cirebon, masa remaja saat sekolah di Semarang, awal pernikahan, mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (LPP) Ariyanti, hingga saat menjadi Tenaga Profesional di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI). Termasuk cerita saat menyelesaikan kuliah S-3 di Universiti Kebangsaan Malaysia. Sungguh bacaan menarik bila ingin mengambil teladan dari sang tokoh nasional pendidikan nonformal Indonesia ini di blog Best-seller Books.
Membaca otobiografi setebal 204 halaman ini, seperti merenungi cerita Ibu Ariyanti, bahwa niat baik dan ketulusan yang telah membimbing dan mengantarkannya kepada keberhasilan hidup. Niat baik berupa keinginan membantu suami dan membesarkan kedua putrinya, serta ketulusan dalam mengabdi kepada bangsa dan negara dengan mendidik para generasi muda agar memiliki keterampilan dan akhirnya bisa bekerja, telah mengantarkannya menjadi pakar Pendidikan Nonformal di Indonesia.
Menyimak otobiografi yang “menarik” didesain oleh cucu sang tokoh-- Carissa Lestari, yang sekarang sedang meniti karier di bidang desain grafis di Arizona, negeri Paman Sam—seperti mendapatkan pelajaran hidup yang bisa kita ambil manfaatnya: salah satu kunci utama yang membuat LPP Ariyanti mampu bertahan sampai sekarang adalah karena tidak hanya memberikan bekal keterampilan teknis dan jaringan perusahaan penerima tenaga kerja, tapi juga memberikan nilai berupa perubahan cara berpikir kepada para siswa dan mahasiswanya.
Perubahan cara berpikir itu berupa pemahaman bahwa keterampilan yang dimiliki tersebut nantinya tidak hanya sebagai bekal bekerja, namun juga ditempatkan pula sebagai bagian dari bentuk pengabdian. Sehingga setelah lulus dan bekerja, mereka akan berpikir pula untuk berbagi atas keterampilan yang dimiliki tersebut kepada orang lain. Dengan begitu ada banyak orang yang akan merasakan manfaat dari kehadiran mereka. Menjadi orang yang mampu membukakan langkah bagi orang lain agar dia di kemudian hari mampu membuka sejarah hidupnya sendiri.
Membuka buku otobiografi ini yang kemudian diresensi oleh Suro Prapanca, halaman demi halaman, Anda akan mengenal lebih dekat perjuangan sang tokoh, bagaimana menghadapi kehidupan pada masa sulit (Bab 1: Kerupuk, kecap, dan nasi putih), kemudian cerita romantisme masa remaja (Bab 2: Impian, cinta, dan amplop), sampai pada bab terakhir (Bab 7: Buah-buah pengabdian) yang telah diterima Ibu Ariyanti sebagai hasil niat baik dan ketulusannya menjalankan hidup untuk terus memberikan manfaat diri dan orang lain.
Memegang buku otobiografi ini, yang tidak hanya enak dilihat, juga semakin menarik dengan ingin terus membuka kemudian membaca halaman awal sampai dengan halaman akhir. Pembaca akan menemukan hikmah yang lain, bahwa perbaikan harkat hidup seseorang salah satunya ditentukan oleh pendidikan. Namun, tidak semua orang beruntung dapat memperoleh pendidikan yang memadai. Menyadari hal tersebut, berawal dari salon kecantikan sederhana di tahun 1968, kemudian tumbuh menjadi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, seorang Ariyanti telah membuka kesempatan banyak orang untuk mendapatkan pendidikan sekaligus keterampilan. Hingga kini, tak kurang dari 75.000 lulusannya telah melangkahkan kaki penuh optimisme dan mampu menciptakan sejarah hidupnya masing-masing. Hidup yang mulia, bahagia serta punya arti bagi lingkungannya.
“Membuka langkah mencipta sejarah. Ibu Ariyanti telah membukakan langkah pada para anak didiknya sehingga mereka mencipta sejarah bagi masa depannya.” Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Membuka Langkah Mencipta Sejarah, Dr. KRAy. C.A. Ariyanti P.S., MH.
ISBN : 978-602-71967-0-4
Karya : Agus M Irkham
Diterbitkan : Penerbit Yayasan Pendidikan Ariyanti
Cetakan I : Maret 2015
Tebal : 204 halaman
Jenis Cover : Hard Cover
Dimensi : 17 x 23,5 cm
Membuka Langkah Mencipta Sejarah
(Resensi Buku: Dr. KRAy. C.A. Ariyanti P.S., MH.) -- “Membuka langkah mencipta sejarah, itulah gambaran perjalanan seorang Dr KRAy CA Ariyanti PS, MH sampai dengan usianya sekarang ini,” cerita Agus M Irkham, penulis buku biografi sang tokoh (Ariyanti), saat memberikan ulasan pada launching buku otobiografi Ariyanti di Hotel Holiday Inn Bandung, Jawa Barat, Rabu 12 Agustus 2015.
Launching buku otobiografi “Dr KRAy CA Ariyanti PS, MH” sekaligus syukuran peringatan hari jadi yang ke-70 tahun sang tokoh. Hangat, akrab, dan membahagiakan. Tiga kata itu yang dirasakan ketika mengenal lebih dekat Dr KRAy CA Ariyanti PS, MH, yang lebih akrab disapa dengan Ibu Ariyanti. Meskipun sudah berada di usia senja, dan pernah sakit sangat berat, Ibu Ariyanti masih bisa mengingat banyak hal. Mulai dari masa kecilnya di Cirebon, masa remaja saat sekolah di Semarang, awal pernikahan, mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (LPP) Ariyanti, hingga saat menjadi Tenaga Profesional di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI). Termasuk cerita saat menyelesaikan kuliah S-3 di Universiti Kebangsaan Malaysia. Sungguh bacaan menarik bila ingin mengambil teladan dari sang tokoh nasional pendidikan nonformal Indonesia ini di blog Best-seller Books.
Membaca otobiografi setebal 204 halaman ini, seperti merenungi cerita Ibu Ariyanti, bahwa niat baik dan ketulusan yang telah membimbing dan mengantarkannya kepada keberhasilan hidup. Niat baik berupa keinginan membantu suami dan membesarkan kedua putrinya, serta ketulusan dalam mengabdi kepada bangsa dan negara dengan mendidik para generasi muda agar memiliki keterampilan dan akhirnya bisa bekerja, telah mengantarkannya menjadi pakar Pendidikan Nonformal di Indonesia.
Menyimak otobiografi yang “menarik” didesain oleh cucu sang tokoh-- Carissa Lestari, yang sekarang sedang meniti karier di bidang desain grafis di Arizona, negeri Paman Sam—seperti mendapatkan pelajaran hidup yang bisa kita ambil manfaatnya: salah satu kunci utama yang membuat LPP Ariyanti mampu bertahan sampai sekarang adalah karena tidak hanya memberikan bekal keterampilan teknis dan jaringan perusahaan penerima tenaga kerja, tapi juga memberikan nilai berupa perubahan cara berpikir kepada para siswa dan mahasiswanya.
Perubahan cara berpikir itu berupa pemahaman bahwa keterampilan yang dimiliki tersebut nantinya tidak hanya sebagai bekal bekerja, namun juga ditempatkan pula sebagai bagian dari bentuk pengabdian. Sehingga setelah lulus dan bekerja, mereka akan berpikir pula untuk berbagi atas keterampilan yang dimiliki tersebut kepada orang lain. Dengan begitu ada banyak orang yang akan merasakan manfaat dari kehadiran mereka. Menjadi orang yang mampu membukakan langkah bagi orang lain agar dia di kemudian hari mampu membuka sejarah hidupnya sendiri.
Membuka buku otobiografi ini yang kemudian diresensi oleh Suro Prapanca, halaman demi halaman, Anda akan mengenal lebih dekat perjuangan sang tokoh, bagaimana menghadapi kehidupan pada masa sulit (Bab 1: Kerupuk, kecap, dan nasi putih), kemudian cerita romantisme masa remaja (Bab 2: Impian, cinta, dan amplop), sampai pada bab terakhir (Bab 7: Buah-buah pengabdian) yang telah diterima Ibu Ariyanti sebagai hasil niat baik dan ketulusannya menjalankan hidup untuk terus memberikan manfaat diri dan orang lain.
Memegang buku otobiografi ini, yang tidak hanya enak dilihat, juga semakin menarik dengan ingin terus membuka kemudian membaca halaman awal sampai dengan halaman akhir. Pembaca akan menemukan hikmah yang lain, bahwa perbaikan harkat hidup seseorang salah satunya ditentukan oleh pendidikan. Namun, tidak semua orang beruntung dapat memperoleh pendidikan yang memadai. Menyadari hal tersebut, berawal dari salon kecantikan sederhana di tahun 1968, kemudian tumbuh menjadi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, seorang Ariyanti telah membuka kesempatan banyak orang untuk mendapatkan pendidikan sekaligus keterampilan. Hingga kini, tak kurang dari 75.000 lulusannya telah melangkahkan kaki penuh optimisme dan mampu menciptakan sejarah hidupnya masing-masing. Hidup yang mulia, bahagia serta punya arti bagi lingkungannya.
“Membuka langkah mencipta sejarah. Ibu Ariyanti telah membukakan langkah pada para anak didiknya sehingga mereka mencipta sejarah bagi masa depannya.” Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : Membuka Langkah Mencipta Sejarah, Dr. KRAy. C.A. Ariyanti P.S., MH.
ISBN : 978-602-71967-0-4
Karya : Agus M Irkham
Diterbitkan : Penerbit Yayasan Pendidikan Ariyanti
Cetakan I : Maret 2015
Tebal : 204 halaman
Jenis Cover : Hard Cover
Dimensi : 17 x 23,5 cm
Resensi Buku: BASONG HADJI MAGANA
Judul Resensi Buku:
Api Peristiwa Galung Lombok
(Resensi Buku: Basong Hadji Magana) -- PERISTIWA Galung Lombok, Provinsi Sulawesi Barat, menjadi catatan kelam, sebuah tragedi kejahatan perang pada masa pendudukan Belanda di bumi Sulawesi yang dilakukan Westerling dan pasukannya. Komandan Depot Speciale Troepen (DST) atau Pasukan Khusus dari Nederland Indische Civil Administration (NICA) beserta segenap pasukan pendudukan Belanda telah membantai 40.000 rakyat yang terjadi di Galung Lombok dan sekitarnya di Sulawesi.
Buku “BASONG HADJI MAGANA: Api Peristiwa Galung Lombok” ini adalah sebuah memoar sang tokoh, yang sekaligus menjadi Panglima Gapri 5.3.1. setelah gugurnya Muhammad Soleh Bandjar, tentang perang mempertahankan kemerdekaan dan perlawanan terhadap negara boneka bentukan Belanda, Negara Indonesia Timur (NIT) di Sulawesi (Negara boneka yang dibentuk setelah dilaksanakan Konferensi Malino pada 16-22 Juli 1946 dan Konferensi Denpasar pada 7-24 Desember 1946). Cerita tokoh dari Sulawesi ini baru bisa diterbitkan tahun ini (2015) sejak 1970-an sang tokoh telah mendokumentasikan catatan pribadinya. Dan, Anda pembaca berkesempatan membaca resensinya di blog Best-seller Books.
Sang tokoh, Basong Hadji Magana (10 November 1917 -1982), merupakan saksi mata sekaligus pelaku sejarah perlawanan rakyat Sulawesi terhadap pendudukan Belanda dan tragedi kejahatan perang yang dilakukan sang algojo, Westerling, dan pasukannya. Memoar sebanyak 4 bab ini selesai ditulis pada 1970 dan masih berbentuk tulisan tangan. Baru pada 2015 ini, catatan pribadi sang pelaku sejarah yang berasal dari Mandar, Sulawesi Barat, ini kemudian diterbitkan sebagai buku dalam jumlah terbatas oleh putranya, Junus Hair Muniaga.
Membaca memoar setebal 160 halaman ini yang kemudian diresensi oleh Suro Prapanca, seperti menguak kembali bagaimana Basong Hadji Magana mengalami pahit-getir kehidupan. Seburuk apa pun perlakuan sedadu Belanda terhadap warga asli Mandar ini takkan pernah bisa menghalangi lahirnya seorang penantang dari Kampung Subbi, Desa Tande, Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (dulu masuk wilayah Sulawesi Selatan). Tidak seorang kerabat maupun kawan semasa kecil mengira, Basong bakal menjadi buruan tentara Belanda. Pada masanya, pria ini dianggap ekstremis atau orang berbahaya. Ketika menjabat Panglima Perang II Gabungan Pedjuang Republik Indonesia (Gapri) 5.3.1, dia pun dipercaya memimpin penyerangan ke sejumlah tangsi militer Belanda di wilayah administratif (afdeling) Mandar.
Salah satu kisah menarik dalam memoar yang ditulis bergaya novel ini, pagi hari 1 Februari 1947, Basong bersama tujuh rekannya yang tergabung dalam laskar Gapri 5.3.1. bergerak menyisir para serdadu Belanda yang menebar teror kepada masyarakat di kawasan Taloloq (sekarang wilayah Desa Baruga, Banggae, Kabupaten Majene). Baku tembak dan saling lempar granat tidak dapat dihindari. Dalam pertempuran sengit itu Basong mencatat, seorang anggotanya, yaitu Sukirno tewas dan Jonggang mengalami luka parah.
Di satu sisi, para pejuang berhasil menawan hidup-hidup tiga serdadu asli Belanda. Dendam yang tak tertahankan membuat para pejuang menggantung ketiganya di dua pohon besar dengan posisi terbalik. Akibat perbuatan yang dilakukan pasukan DST, ketiga serdadu Belanda ini menjadi tumpahan kemarahan para pejuang. Mereka pun akhirnya tewas di tangan pejuang.
Informasi terbunuhnya ketiga serdadu Belanda itulah yang memicu kemarahan anak buah Westerling, Letnan Vermeulen yang sudah mengumpulkan seribu lebih orang di Galung Lombok kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membombardir dengan tembakan membabi-buta terhadap kerumunan massa rakyat Sulawesi itu (Peristiwa Panyapuang Galung Lombok, 2 Februari 1947).
Dikutip dari film dokumenter berjudul “Pembantaian di Galung Lombok” yang dibuat budayawan Muhammad Ridwan dan sejarawan Thalib Banru, menyebutkan bahwa peristiwa penembakan membabi-buta ke arah kerumunan massa yang merupakan warga sipil, baru terjadi dua kali di dunia, yaitu selain di Galung Lombok (diperkirakan menewaskan 700-an warga sipil), juga terjadi di Amritsar, India, pada Minggu, 13 April 1919 yang dikenal sebagai Jallianwala Bagh Massacre.
Basong Hadji Magana: “Aku mohon dan berharap agar saudara-saudara pembaca memoar ini tidak kecewa karena terpaksa harus menyelami dan menghayati rasa dan perasaan hatiku yang sesungguhnya sangat sukar untuk ditulis dan dilisankan melalui kata dan huruf. Semoga memoar ini berfaedah dan diambil manfaat bagi diriku, keluargaku, dan anak-cucu dari generasi keturunanku. Menjadi buku bacaan untuk mempelajari replik-replik sejarah, kebangunan bangsa, agama, kebudayaan, dan kebangkitan nasional.” Membaca buku ini, Anda akan mendapatkan gambaran perjuangan seorang tokoh pejuang Sulawesi mempertahankan ideologi dan keyakinannya. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : BASONG HADJI MAGANA: Api Peristiwa Galung Lombok
ISBN : 978-602-73011-0-8
Penulis : Junus HM
Diterbitkan : Penerbit Prasta Hutama Medya
Cetakan I : Agustus 2015
Tebal : 160 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 14 x 21 cm
Api Peristiwa Galung Lombok
(Resensi Buku: Basong Hadji Magana) -- PERISTIWA Galung Lombok, Provinsi Sulawesi Barat, menjadi catatan kelam, sebuah tragedi kejahatan perang pada masa pendudukan Belanda di bumi Sulawesi yang dilakukan Westerling dan pasukannya. Komandan Depot Speciale Troepen (DST) atau Pasukan Khusus dari Nederland Indische Civil Administration (NICA) beserta segenap pasukan pendudukan Belanda telah membantai 40.000 rakyat yang terjadi di Galung Lombok dan sekitarnya di Sulawesi.
Buku “BASONG HADJI MAGANA: Api Peristiwa Galung Lombok” ini adalah sebuah memoar sang tokoh, yang sekaligus menjadi Panglima Gapri 5.3.1. setelah gugurnya Muhammad Soleh Bandjar, tentang perang mempertahankan kemerdekaan dan perlawanan terhadap negara boneka bentukan Belanda, Negara Indonesia Timur (NIT) di Sulawesi (Negara boneka yang dibentuk setelah dilaksanakan Konferensi Malino pada 16-22 Juli 1946 dan Konferensi Denpasar pada 7-24 Desember 1946). Cerita tokoh dari Sulawesi ini baru bisa diterbitkan tahun ini (2015) sejak 1970-an sang tokoh telah mendokumentasikan catatan pribadinya. Dan, Anda pembaca berkesempatan membaca resensinya di blog Best-seller Books.
Sang tokoh, Basong Hadji Magana (10 November 1917 -1982), merupakan saksi mata sekaligus pelaku sejarah perlawanan rakyat Sulawesi terhadap pendudukan Belanda dan tragedi kejahatan perang yang dilakukan sang algojo, Westerling, dan pasukannya. Memoar sebanyak 4 bab ini selesai ditulis pada 1970 dan masih berbentuk tulisan tangan. Baru pada 2015 ini, catatan pribadi sang pelaku sejarah yang berasal dari Mandar, Sulawesi Barat, ini kemudian diterbitkan sebagai buku dalam jumlah terbatas oleh putranya, Junus Hair Muniaga.
Membaca memoar setebal 160 halaman ini yang kemudian diresensi oleh Suro Prapanca, seperti menguak kembali bagaimana Basong Hadji Magana mengalami pahit-getir kehidupan. Seburuk apa pun perlakuan sedadu Belanda terhadap warga asli Mandar ini takkan pernah bisa menghalangi lahirnya seorang penantang dari Kampung Subbi, Desa Tande, Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (dulu masuk wilayah Sulawesi Selatan). Tidak seorang kerabat maupun kawan semasa kecil mengira, Basong bakal menjadi buruan tentara Belanda. Pada masanya, pria ini dianggap ekstremis atau orang berbahaya. Ketika menjabat Panglima Perang II Gabungan Pedjuang Republik Indonesia (Gapri) 5.3.1, dia pun dipercaya memimpin penyerangan ke sejumlah tangsi militer Belanda di wilayah administratif (afdeling) Mandar.
Salah satu kisah menarik dalam memoar yang ditulis bergaya novel ini, pagi hari 1 Februari 1947, Basong bersama tujuh rekannya yang tergabung dalam laskar Gapri 5.3.1. bergerak menyisir para serdadu Belanda yang menebar teror kepada masyarakat di kawasan Taloloq (sekarang wilayah Desa Baruga, Banggae, Kabupaten Majene). Baku tembak dan saling lempar granat tidak dapat dihindari. Dalam pertempuran sengit itu Basong mencatat, seorang anggotanya, yaitu Sukirno tewas dan Jonggang mengalami luka parah.
Di satu sisi, para pejuang berhasil menawan hidup-hidup tiga serdadu asli Belanda. Dendam yang tak tertahankan membuat para pejuang menggantung ketiganya di dua pohon besar dengan posisi terbalik. Akibat perbuatan yang dilakukan pasukan DST, ketiga serdadu Belanda ini menjadi tumpahan kemarahan para pejuang. Mereka pun akhirnya tewas di tangan pejuang.
Informasi terbunuhnya ketiga serdadu Belanda itulah yang memicu kemarahan anak buah Westerling, Letnan Vermeulen yang sudah mengumpulkan seribu lebih orang di Galung Lombok kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membombardir dengan tembakan membabi-buta terhadap kerumunan massa rakyat Sulawesi itu (Peristiwa Panyapuang Galung Lombok, 2 Februari 1947).
Dikutip dari film dokumenter berjudul “Pembantaian di Galung Lombok” yang dibuat budayawan Muhammad Ridwan dan sejarawan Thalib Banru, menyebutkan bahwa peristiwa penembakan membabi-buta ke arah kerumunan massa yang merupakan warga sipil, baru terjadi dua kali di dunia, yaitu selain di Galung Lombok (diperkirakan menewaskan 700-an warga sipil), juga terjadi di Amritsar, India, pada Minggu, 13 April 1919 yang dikenal sebagai Jallianwala Bagh Massacre.
Basong Hadji Magana: “Aku mohon dan berharap agar saudara-saudara pembaca memoar ini tidak kecewa karena terpaksa harus menyelami dan menghayati rasa dan perasaan hatiku yang sesungguhnya sangat sukar untuk ditulis dan dilisankan melalui kata dan huruf. Semoga memoar ini berfaedah dan diambil manfaat bagi diriku, keluargaku, dan anak-cucu dari generasi keturunanku. Menjadi buku bacaan untuk mempelajari replik-replik sejarah, kebangunan bangsa, agama, kebudayaan, dan kebangkitan nasional.” Membaca buku ini, Anda akan mendapatkan gambaran perjuangan seorang tokoh pejuang Sulawesi mempertahankan ideologi dan keyakinannya. Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.
Judul : BASONG HADJI MAGANA: Api Peristiwa Galung Lombok
ISBN : 978-602-73011-0-8
Penulis : Junus HM
Diterbitkan : Penerbit Prasta Hutama Medya
Cetakan I : Agustus 2015
Tebal : 160 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 14 x 21 cm
Langganan:
Postingan (Atom)