Victoria Park, Menyulap Kesedihan Menjadi Harapan
“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.” Itulah barangkali keprihatinan yang dilontarkan Fransisca Ria Susanti (penulis buku ini) dengan mengutip ungkapan Sang Maestro Sastra Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, dan disematkan pada bagian pertama buku yang diberi judul Tentang Sedih di Victoria Park ini.
Sudah banyak cerita tentang TKW yang bekerja di Hong Kong yang dimuat dan diberitakan oleh berbagai media. Tetapi, membaca buku dengan tebal 228 yang diterbitkan Penerbit Nuansa Cendekia ini, kita akan memperoleh gambaran, cerita, kisah yang tidak hanya lengkap, juga mendalam. Anda terasa mengenal dan memahami betul “dunia TKW” secara utuh.
Sebagai gambaran keprihatinan “Indonesia adalah negeri budak” dapat kita lihat dari catatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebut jumlah pembantu rumah tangga (PRT) Indonesia di luar negeri sampai dengan akhir 2011 sebanyak 2.601.590 yang tersebar di seluruh dunia. Adapun rinciannya yakni kawasan Timur Tengah dan Afrika sebanyak 1.422.650 orang atau 54,56%, kawasan Asia-Pasifik sebanyak 1.178.830 orang (45,31%) dan sisanya Eropa, Australia, dan Amerika sebanyak 110 orang (0,004%).
Jumlah ini dipastikan terus naik jika aturan Upah Minimum Provinsi terbaru membuat perusahaan-perusahaan tak mampu membayar pekerjanya dan memutuskan PHK. Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat kepada wartawan awal Januari 2013 menyebut hal ini. “Jumlah tenaga kerja yang terancam PHK bisa ratusan ribu, itu dorongan yang besar untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja di luar negeri,” katanya.
Tampaknya, pengiriman PRT ke luar negeri belum akan berakhir dalam waktu dekat. Rencana untuk menciptakan lapangan kerja di negeri sendiri masih jauh panggang dari api. Aliran remitansi yang dikirim para buruh migran Indonesia masih menggiurkan sebagai sumber devisa negara. Juni 2012, data Bank Indonesia menyebut, jumlah remitansi buruh migran Indonesia yang dikirim dari Januari-Juni 2012 mencapai US$3,3 miliar atau sekitar Rp32,5 triliun. Ini merupakan jumlah total dari empat kawasan negara penempatan buruh migran Indonesia, yaitu Asia Pasifik, Timur Tengah, Amerika dan Afrika, serta Eropa dan Australia.
BNP2TKI memperkirakan jumlah remitansi dari sekitar enam juta buruh migran di 116 negara pada tahun 2012 sekitar Rp100 triliun, terdiri atas Rp67 triliun yang dikirimkan melalui perbankan atau lembaga keuangan non-bank dan selebihnya yang dibawa langsung. Jumlah itu 10% dari nilai APBN, menempati posisi kedua setelah pendapatan dari sektor migas. Angka tersebut memang fantastis.
Tapi di Victoria Park, kita akan tahu bahwa para pekerja migran tak bisa dieja hanya dengan angka. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa begitu banyak atau bombardir berita media massa tentang nasib mengenaskan para pekerja migran yang seakan terus berulang. Hal itu membuat penulis menengok kembali naskah awal yang pernah cukup lama dia diamkan, kemudian dia bertekad dan berjanji untuk menyelesaikannya.
Semata-mata untuk mengabarkan kepada publik bahwa kita tak perlu mengulang kesalahan yang sama jika kita tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sehingga, keprihatinan sebagai warga negara Indonesia ini tidak terjadi: “Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”
Judul : Tentang Sedih di VICTORIA PARK
ISBN : 978-602-8394-33-8
Penulis : Fransisca Ria Susanti
Editor : Mathori A Elwa
Penerbit : Nuansa Cendekia
Cetakan : Mei 2013
Tebal : 228 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 14,5 x 21 cm
Kategori : Sosial
Suro Prapanca
Dimuat juga di INILAHKORAN, Minggu 23 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar