Kamis, 16 Mei 2013

Resensi Buku - PENGARANG TIDAK MATI

Mukjizat Tulisan 

Menyimak pengertian pengarang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, pertama, orang yang mengarang cerita, berita, buku, dsb; penulis; kedua, pencipta, penggubah (lagu, nyanyian, musik, dsb). Pada resensi buku berjudul Pengarang Tidak Mati ini, lebih mengkhususkan pada karya-karya tulis. Jadi, tulisan, apa pun jenisnya –esai, cerpen, novel, puisi, drama, catatan harian, laporan jurnalistik, atau entah apa lagi —ternyata punya garis hidup sendiri; membawa nasibnya entah ke mana.

Ada tulisan yang prematur, lalu mengembuskan napas. Boleh jadi ada yang lahir dengan usia pendek. Ada pula yang bertahan mengikuti usia penulisnya. Ada yang hanya tersimpan rapi di rak perpustakaan. Bahkan, sangat mungkin ada yang berusia panjang, tentu saja dengan di sana-sini mengalami revisi. Serta, sudah barang tentu banyak pula yang bertahan begitu lama sampai entah kapan sehingga bakal abadi sepanjang usia peradaban manusia.


Mungkin sidang pembaca sudah merasakan dan membuktikannya, bahkan bila diminta menyebutkan salah satunya, tentu dengan mudah bisa memberikan contohnya lebih dari satu. Misalnya, Anda terkenang dengan kisah-kisah Arab, Seribu Satu Malam, atau epos Yunani, Hercules. Cerita keduanya seolah mengabadikan kehidupan sang tokoh, Aladin juga Hercules. Sampai-sampai di imajinasi anak-anak, selalu berharap ingin bisa kuat seperti Hercules dan ingin menemukan lampu ajaib agar mendapat tiga permintaan yang pasti terkabul.

Bukankah sampai sekarang dan entah sampai kapan, masih saja sekian banyak orang tiada jenuh menyelisik pemikiran-pemikiran, cerita-cerita atau apa pun tulisan mereka (pengarang-penulis). Itulah keajaiban tulisan. Itulah mukjizat tulisan. Selalu, karya-karya yang dihasilkan oleh kreativitas akan bertahan lama. Tulisan-tulisan yang baik, menyimpan sebagian ruh penulis atau pengarangnya. Selama tulisan itu dibaca masyarakat, selama itu pula ruh pengarang hadir dan sesungguhnya, dihidupkan kembali oleh pembaca.

Begitu juga karya-karya tulisan pengarang atau penulis Indonesia, seperti puisi-puisi Amir Hamzah, Chairil Anwar, atau karya penulis Indonesia yang lain, selalu akan mendorong munculnya tafsir baru, dan dengan begitu menghadirkan makna baru. Jadi, penafsiran dan pemaknaan itu bagai spiral yang terus berpilin memproduksi dan mereproduksi peristiwa baru, kisah baru, dunia baru.

Buku karya Munsyi Sastra, Maman S Mahayana, ini dikemasajikan dengan semangat seperti itu, memberi apresiasi yang sepatutnya kepada pengarang atas oleh kreativitas. Buku setebal 352 halaman ini menawarkan pandangan tentang posisi pengarang dalam hubungannya dengan tulisan yang dihasilkannya dan pembaca yang memproduksi dan mereproduksi makna tulisan. Dengan membaca buku ini, sidang pembaca akan dibawa untuk mencermati secara langsung, apa dan bagaimana sesungguhnya pandangan Anda tentang pengarang-penulis? Tentu saja karena sang munsyi sastra sekaligus kritikus sastra ini sengaja melampirkan esai-esai karya penulis ternama dari luar negeri juga penulis nusantara.

Lalu pembaca juga akan digiring untuk mengetahui, maknanya menghadirkan kembali pengarang, padahal pengarang sudah ikhlas melepaskan karyanya untuk dimacam-macami siapa pun pembacanya? Apakah pada akhirnya pembaca yang berkuasa atas tulisan? Jadi, tak apa-apa jika ada yang berkomentar, peduli amat dengan pengarang? Jika begitu, bagaimana mungkin kita menafikan pengarang?

Setelah Anda menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, berarti Sang Munsyi, Maman S Mahayana, telah berhasil mengajak sidang pembaca: bahwa tradisi kepengarangan Indonesia mempunyai karakteristik tersendiri. Di sana bersemayam problem lokalitas dan keberagamaan kultur etnik. Maka, kesusastraan Indonesia dapat digunakan sebagai pintu masuk memahami keberbagaian kebudayaan Indonesia.

Judul : PENGARANG TIDAK MATI: Peranan dan Kiprah Pengarang Indonesia
ISBN : 978-602-8394-67-3
Penulis : Maman S Mahayana
Penerbit : Nuansa Cendekia
Cetakan : Juli 2012
Halaman : 352 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 15,5 x 23,5 cm
Kategori : Sastra

Bandung, 19 April 2013
Suro Prapanca
Dimuat juga di INILAHKORAN, Minggu 21 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar